Executive Chef
Zaman
Industri VS Zaman Informasi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,koki
atau juru masak adalah orang yang menyiapkan makanan untuk disantap. Istilah
ini kadang merujuk pada chef, walaupun kedua istilah ini secara profesional
tidak dapat disamakan.
Istilah koki pada
suatu dapur rumah makan atau restoran biasanya merujuk pada orang dengan
sedikit atau tanpa pengaruh kreatif terhadap menu dan memiliki sedikit atau
tanpa pengaruh apapun terhadap dapur. Mereka biasanya adalah semua anggota
dapur yang berada di bawah Executive Chef/Head Chef/Executive Sous chef (kepala
koki).
Jenis restoran lain
mungkin memiliki menu yang relatif konstan dan hanya memiliki orang-orang yang
dapat menyiapkan makanan secara cepat dan konsisten, serta tidak terlalu
membutuhkan bawah Executive Chef/Head Chef/Executive Sous chef (kepala koki).
Restoran jenis ini dapat dijalankan sepenuhnya oleh koki, contohnya pada
restoran cepat saji.
Jaman dahulu sesuai pengalaman kami bekerja di salah satu hotel
berbintang, executive chef nya bekerja, dengan tegas dan paling banyak
marah-marah dan marah, kesalahan kecil saja sudah pasti kena marah besar, tapi
jika executive chef yang salah !! ngak ada yang marah.
Kami sebagai bawahan
saat itu, karena sangat membutuhkan penghasilan uang dan takut di pecat,
akhirnya mengalah meskipun di anggap remeh dan bodoh oleh executive chef, kami
: ya dan ya saja serta bungkam mulut
karena takut sama Executive chef, apalagi sous chef dan CDP nya galak-galak,
akhirnya kita bekerja dengan rasa takut untuk menjadi baik.
Cerita di atas menggambarkan tentang Executive chef jaman dahulu, hari berganti hari, zaman pun
berubah, sesuai dengan penjelasan Antoni Robin dalam buku nya Poor Dad and Rich
Dad menjelaskan bahwa perubahan zaman
telah terjadi , dari zaman Industri berubah menjadi zaman informasi.
Karena zaman sudah berubah, apakah sifat dan sikap selaku
Executive Chef tidak berubah??, apakah seorang pemimpin dalam dapur harus marah
, galak dan menanggap rekan kerja di dapur itu bodoh?. Beberapa pengalaman yang saya lalui dalam berkarir sebagai Executive Chef, memang di suatu tempat baru yang bisa di bilang man power nya tidak ada yang memiliki dasar kuat dalam bidang kuliner, namun di paksakan menjadi seorang koki untuk mensuport operasional dalam dapur.
Kesalahan demi kesalahan di lakukan sehingga sebagian besar
tidak tahan banting, apalagi executive chef meminta hasil yang maximal
kepada koki pemula. Dengan kejadian
seperti ini maka, sangat perlu di
lakukan training yang maximal untuk
menjadikan tenaga yang terampil.
Kelemahan selanjutnya adalah setelah mereka menjadi termpil
dan executive chef nya sering marah-marah dan tidak mau tahu dengan kendala
yang ada akhirnya pergi juga anak buah kita ke tempat lain atau di hotel yang
lain, padahal sudah bersusah payah kita mendidiknya.
Zaman dahulu apabila Executive chef / pemimpin marah-marah,
kita menjadi ketakutan, tapi zaman ini apabila executive chef marah-marah,
siap-siap aja di tusuk dengan pisau, atau di demo, atau di bunuh di luar jam
kerja.
Coba kita simak Percakapan yang biasa di ucapkan oleh BOS
dan Koki
Bos Chef :
Kamu masak ayam rica-rica, nasi dan kangkung cah.Koki : Siap Chef….dilaksanakan.
Bos Chef : Cepat ya ngak pake lama….
Setelah sang koki mngecek kebutuhan barang yang akan di gunakan, bawang putih , ayam
tidak cukup satu porsi, dan kangkung sudah habis. sang koki langsung menginformasikan
ke purchasing untuk belanja secepatnya.
Karena menunggu agak lama akhirnya sang koki memberi tahukan
kepada Executive chef bahwa ada beberapa barang kosong dan makanan akan terlambat keluar.
Bos Chef hanya marah-marah:…………
Bos chef : saya mau makanan itu keluar
sekarang juga titik…..! (tegas Banget)Koki : Tapi pak barang nya belum ada, masih di Belikan purchasing (dengan nada memohon)
Bos chef : SAYA TIDAK MAU TAU….! pokoknya
makanan itu harus ada sekarang juga…titik…!
Koki :
hiks….hiks….hiks………
Pemimpin yang ada di dalam dapur tentunya harus lebih pintar
dari pada bawahan nya, olahan makanan nya harus lebih enak, jam kerjanya lebih
panjang untuk mengawasi operasional keseluruhan sehingga bisa berjalan dengan
baik.
Dari kisah di atas bisa saya simpulakn itu adalah sifat
executive chef zaman industry, menuntut sesuai dengan kehendaknya tanpa
memikirkan keadaan yang terjadi dalam opreasional.
Sampai saat ini juga masih ada Executive chef yang seperti itu, mungkin untuk balas dendam atau bawaan dari
kebiasaan dari executive chef yang mendidiknya. hehehehe
Ada kalimat yang kami garis bawahi di dalam percakapan yaitu
:
SAYA TIDAK MAU TAU….! , kalimat
seperti ini biasanya di ucapkan oleh Executive chef, terkadang termasuk saya juga, namun sekarang kami sudah
jarang menggunakan nya. (dulu sering-sering apalagi masih level Chef de Partie
hehehe). Kalimat ini juga bukan hanya executive chef yang gunakan, tapi beberapa
General manager hotel juga sering-sering menggunakan nya.
Menurut analisa kami
pada zaman ini sudah tidak layak lagi mengucapkan kalimat itu, karena anak buah
atau bawahan berpikir bahwa : “BOS AJA NGAK MAU TAU APA LAGI SAYA HANYA
BAWAHAN”.
Jadi mari kita jangan perbiasakan mengatakan kalimat ini : SAYA TIDAK MAU TAU….! kepada bawahan kita
meskipun kita menuntut harus ada barang permintaan kita.
Seorang PEMIMPIN berada dalam Operasional mempunyai tujuan
untuk meringankan beban atau permasalahan yang di lalui oleh team, bukan
membebani bawahan kita, dengan kalimat :
SAYA TIDAK MAU TAU….!
SALAM KULINER.